• Facebook
  • Twitter
  • Kebijakan
  • Daftar Isi
  • Contact

Taretan Edisi Online

beriTA aREa siTubondo sAtu bulanaN

  • Home
  • ABOUT
    • Facebook
    • Twitter
    • Google Plus
  • Sosok
    • Sub Menu
    • Sub Menu
    • Sub Menu
  • AmpĂ©r Struktural
    • News
    • Views
    • Feature
    • Tips
  • Daftar Isi
  • Hubungi Saya
  • Kebijakan
Home » edisi23 » Kisah Secangkir Kopi

Kisah Secangkir Kopi

Posted by Taretan Edisi Online
Add Comment
edisi23
Thursday, November 27, 2014

Dari Ustadz Abdullah Zein MA. Hafidzohullohu

Suatu hari di sebuah universitas terkenal. Sekelompok alumnus bertamu di rumah dosen senior, setelah bertahun-tahun mereka lulus. Setelah mereka semua menggapai kesuksesan, kedudukan yang tinggi serta kemapanan ekonomi dan sosial. Setelah saling menyapa dan berbasa basi, masing-masing mereka mulai mengeluhkan pekerjaannya. Jadwal yang begitu padat, tugas yang menumpuk dan banyak beban lainnya yang seringkali membuat mereka stress.

Sejenak sang dosen masuk ke dalam. Beberapa saat kemudian, beliau keluar sambil membawa nampan di atasnya teko besar berisikan kopi dan berbagai jenis cangkir. Ada cangkir-cangkir keramik tiongkok yang mewah. Cangkir-cangkir kristal. Cangkir-cangkir melamin. Dan cangkir-cangkir plastik. Sebagian cangkir tersebut luar biasa indahnya. Ukirannya, warnanya dan harganya yang waahh. Namun ada juga cangkir plastik yang biasanya berada di rumah orang-orang yang amat miskin. Sang dosen berkata, “Silahkan.. masing masing menuangkan kopinya sendiri”.

Setelah setiap mahasiswa memegang cangkirnya, sang dosen berkata, “Tidakkah kalian perhatikan bahwa hanya cangkir-cangkir mewah saja yang kalian pilih? Kalian enggan mengambil cangkir-cangkir yang biasa? Manusiawi sebenarnya, saat masing-masing dari kalian berusaha mendapatkan yang paling istimewa. Namun seringkali itulah yang membuat kalian menjadi gelisah dan stress. Sejatinya yang kalian butuhkan adalah kopi, bukan cangkirnya. Akan tetapi kalian tergiur dengan cangkir-cangkir yang mewah. Terus perhatikanlah, setelah masing-masing kalian memegang cangkir tersebut, kalian akan terus berusaha mencermati cangkir yang dipegang orang lain!. Andaikan kehidupan adalah kopi, maka pekerjaan, harta dan kedudukan sosial adalah cangkir-cangkirnya. Jadi, hal-hal itu hanyalah perkakas yang membungkus kehidupan. Adapun kehidupan (kopi) itu sendiri, ya tetap itu-itu saja, tidak berubah. Saat konsentrasi kita tersedot kepada cangkir, maka saat itu pula kita akan kehilangan kesempatan untuk menikmati kopi. Karena itu kunasehatkan pada kalian, jangan terlalu memperhatikan cangkir, akan tetapi nikmatilah kopinya…”.

Sejatinya, inilah penyakit yang diderita manusia. Banyak orang yang tidak bersyukur kepada Allah atas apa yang ia miliki, setinggi apapun kesuksesannya. Sebab ia selalu membandingkannya dengan apa yang dimiliki orang lain. Setelah menikah dengan seorang wanita cantik yang berakhlak mulia, ia selalu berfikir bahwa orang lain menikah dengan wanita yang lebih istimewa dari istrinya. Sudah tinggal di rumah sendiri, namun selalu membayangkan bahwa orang lain rumahnya lebih mewah dari rumah sendiri. Ia bukannya menikmati kehidupannya beserta istri dan anak-anaknya. Tapi justru selalu memikirkan apa yang dimiliki orang lain, seraya berkata, “Aku belum punya apa yang mereka punya”.

Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam mengingatkan,
"Barang siapa yang melewati harinya dengan perasaan aman dalam rumahnya, sehat badannya dan memiliki makanan untuk hari itu, seakan-akan ia telah memiliki dunia seisinya". (HR. Tirmidzi dan dinilai hasan oleh al-Albani).

Seorang bijak berpetuah,
“Alangkah anehnya kebanyakan manusia! Mereka korbankan kesehatan untuk mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya. Setelah terkumpul, gantian mereka gunakan harta tersebut untuk mengembalikan kesehatannya yang telah hilang! Mereka selalu gelisah memikirkan masa depan, namun melupakan hari ini. Akibatnya, mereka tidak menikmati hari ini dan tidak pula hidup di masa datang. Mereka senantiasa melihat apa yang dimiliki orang lain, namun tidak pernah melihat apa yang dimilikinya sendiri. Akibatnya, ia tidak bisa meraih apa yang dimiliki orang lain dan tidak pula bisa menikmati milik sendiri. Mereka diciptakan untuk satu tujuan, yakni beribadah. Dunia diciptakan untuk mereka gunakan sebagai sarana beribadah. Namun justru sarana tersebut malah melalaikan mereka dari tujuan utama”

Maka, mari kita nikmati kopi kehidupan tersebut, apapun cangkirnya…

http://annida-online.com/artikel-9557-kisah-secangkir-kopi-.html

0 Response to "Kisah Secangkir Kopi"

← Newer Post Older Post → Home
Subscribe to: Post Comments (Atom)

POSTING TERBARU

POPULAR POSTS

  • 3 Tingkatan Puasa Menurut Imam Al Ghazali dan Hikmah Ramadhan
    Untuk meningkatkan iman dan ketaqwaan kepada Allah SWT, selama bulan Ramadhan 1434 H, PLN Area Situbondo mengadakan Pengajian rutin setiap s...
  • KEBAYA DAN HARI KARTINI
    Momen hari Kartini identik dengan kebaya dan sanggul. Dandanan memperingati Hari Kartini sekarang banyak yang memilih kebaya dan sanggul mo...
  • Mengasah Naluri Analisa Melalui OPI
    OPI ....., kata itulah yang sering terdengar. Kenapa harus OPI ? Karena diyakini  OPI mampu merubah kondisi PLN ke arah yang lebih Baik. O...
  • Lomba Yantek & Yanbung : “TINGKATKAN KOMPETENSI, RAIH PRESTASI”
    Dalam rangka peningkatan pelayanan terhadap Pelanggan, Rabu (26/6) PT PLN (Persero) Area Situbondo mengadakan lomba Yantek dan Yanbung deng...
  • Sertijab besar-besaran PLN Area Situbondo
    Selasa, 4 juni 2013 PLN Area Situbondo menggelar Sertijab besar-besaran. Tidak tanggung – tanggung  16 Surat Keputusan (SK) pun dilayangka...

Edisi

edisi8 edisi10 edisi9 edisi3 edisi7 edisi1 edisi11 edisi2 edisi12 edisi4 edisi5 edisi6 edisi13

Footer Text

Footer Text

Footer Text

Footer Text

Back to top!
Copyright (c) 2014 Taretan Edisi Online. All Rights Reserved Distributed by Kaizentemplate. Template by CB Blogger. Powered by inicuma[dot]com.