TARETAN -
Gunung Argopuro merupakan salah satu gunung yang memiliki pemandangan yang menawan, Selain pemandangannya yang menawan Gunung Argopuro juga terkenal sangat angker, gunung ini menyimpan misteri legenda Dewi Rengganis yang hilang bersama enam dayangnya. Konon, Sang Dewi bakal marah besar kalau merasa terusik ketenangannya. Pendaki yang suka usil dan mengusik, kalau tidak kesurupan bisa jadi akan kesasar tidak karuan.
Konon terdapat sebuah taman yang sangat gaib yakni Taman Rengganis, tidak semua pendaki dapat melihat taman ini. Beberapa pendaki yang pernah melihat taman ini merasa memasuki sebuah taman yang sangat indah penuh dengan tanaman bunga dan buah. Pendaki yang mengambil atau memetik tanaman tidak akan dapat keluar taman ini, ia hanya akan berputar-putar di tempat tersebut. Untuk itu hindari merusak tanaman ataupun memindahkan sesuatu di gunung argopuro ini.
Untuk mendaki gunung ini sangat dibutuhkan stamina dan mental yang prima, hal ini disebabkan panjangnya jalur dan tantangan dari belantara yang ada. Untuk pendaki pemula tidak terlalu disarankan untuk menjelajah sendiri belantara argopuro, akan lebih aman ditemani oleh pendaki yang sudah mengenal medan Argopuro sebelumnya.
Gunung Argopuro memiliki banyak puncak, beberapa puncaknya mempunyai struktur geologi tua dan sebagian yang lainnya lebih muda. Puncak Argopuro berada pada ketinggian 3.088 m dari permukaan laut. Gunung yang terletak diantara dua pegunungan raksasa yaitu Gn. Semeru dan Gn. Raung ini dapat kita lihat dari puncak gunung raung ataupun dari puncak Gn. semeru. Gunung yang sudah tidak aktif lagi kawahnya ini terletak di Kab. Probolinggo Jawa Timur. Untuk menuju ke desa baderan dapat menggunakan angkutan lokal (dari besuki) yang menuju desa ini. Di desa baderan juga menyediakan sarana penginapan yang harganya relatif murah bila dibandingkan dengan harga di kota besar.
Pendakian menuju puncak argopuro ini tidak seramai gunung-gunung lain di jawa timur, Pendaki wajib melaporkan diri Kantor Polisi Sektor Sumber Malang yang berada sekitar 1 km dari Baderan, atau pada kantor Perhutani yang berada tepat di pertigaan jalan Desa Baderan. Pendaki yang akan mendaki ke gunung ini disarankan untuk mengerti betul teknik dan medan yang akan dilalui karena tanggung jawab keselamatan apabila terjadi musibah di gunung ini adalah menjadi milik pendaki sendiri sehingga persiapan dan kekompakkan sangat diperlukan.
Jalur yang dilalui selama perjalanan memang sudah cukup jelas tetapi harus melingkar dan naik turun beberapa bukit, waktu pendakian menuju puncak akan lebih lama. Oleh karena itu pendaki disarankan untuk memperhitungkan persediaan logistik minimal untuk keperluan 3 hari. Persediaan air bersih di gunung Argopuro ini sangat berlimpah, meskipun di musim kemarau. Mata air dapat ditemukan mulai dari kaki gunung hingga hampir puncak gunung. Pada musim hujan banyak sekali sungai-sungai kecil yang biasa kering di musim kemarau akan terisi air. Pacet atau Lintah pada musim kemarau tidak ada namun bila di musim hujan akan muncul banyak sekali. Pada waktu dan cuaca yang normal pendakian menuju puncak akan membutuhkan waktu sekitar 10 - 12 jam.
Perjalanan akan dimulai dari desa Baderan, kendaraan angkutan desa berhenti di pertigaan ini, terdapat kantor Perhutani. Dari pertigaan ini kita berjalan menuruni jalan aspal sekitar 200 meter, kemudian berbelok ke kiri menapaki jalan yang diperkeras dengan batu. Sekitar 1 km kita akan berjumpa dengan sumber air desa, kita masih terus berjalan sekitar 1,5 km lagi menapaki jalan berbatu yang menyusuri lereng bukit yang banyak ditumbuhi dengan tanaman jagung dan tembakau.
Selanjutnya perjalanan mulai memasuki kawasan hutan yang banyak dihuni babi hutan, lutung dan aneka burung. Setelah berjalan sekitar 3 jam kita sampai di Km 4,2 dimana terdapat mata air yang sangat jernih. Di tempat ini juga terdapat tempat terbuka yang dapat digunakan untuk mendirikan tenda. Tempat ini berada di punggung bukit sehingga bila ada angin kencang akan terganggu.
Masih menyusuri hutan yang semakin lebat dan gelap, jalur menyurusi punggung dan lereng jurang yang sangat dalam. Di km 7 kita akan berjumpa dengan sungai yang kadang kering, bila hujan sungai ini akan terisi oleh air, mendaki bukit yang di tumbuhi pohon cemara, selanjutnya di km 8 menapaki padang rumput. Jalur selanjutnya di dominasi oleh padang rumput yang pemandangannya sangat indah.
Setelah berjalan sekitar 5 jam kita akan sampai di km 15 di Cikasur, di sini terdapat sebuah lapangan datar yang sangat luas. Dahulunya pada jaman Belanda akan dibangun sebuah lapangan terbang. Masih terdapat sisa-sisa pondasi landasan, dan sisa-sisa bangunan yang sering dipakai untuk mendirikan tenda.
Terdapat sungai yang sangat jernih, yang airnya berlimpah meskipun di musim kemarau. Membuat ingin minum sepuas-puasnya dan ingin mandi menceburkan diri. Di Cikasur ini juga terdapat sebuah bangunan dari kayu yang dapat digunakan untuk berlindung dari angin dan hujan. Namun sayang kecerobohan pendaki dengan membuat api di dalam bangunan ini telah merusakkan lantai bangunan yang terbuat dari kayu.
Dari Cikasur kembali menapaki padang rumput gimbal, yakni rumput yang daun - daunnya keriting. Perjalanan di siang hari akan terasa sangat panas dan melelahkan, namun bila kita menikmati pemandangan padang rumput yang indah ini kita akan lupa semua penderitaan selama perjalanan. Di kawasan padang rumput ini rawan kebakaran sehingga harus hati-hati bila membuat api unggun.
Setelah berjalan sekitar 2 jam melewati beberapa padang rumput kita akan mendaki dua bukit yang banyak terdapat pohon-pohon sisa kebakaran hutan. Di tempat ini edelweis banyak tumbuh dan bunganya mulai bermekaran. Tempat ini pun rawan kebakaran, dan angin seringkali bertiup sangat kencang. Pohon-pohon sisa kebakaran sangat rawan tumbang, sehingga perlu hati-hati melewati jalur ini bila angin bertiup kencang.
Setibanya dipuncak bukit kita akan menyusuri lereng gunung yang berada di sisi jurang yang sangat dalam. Di sepanjang jalur ini hutan sangat lebat dan masih banyak terdapat binatang-binatang, seperti lutung dan aneka burung. Jalur ini sangat berbahaya karena rawan longsor dan pohon-pohon mudah tumbang, sementera di sisi kita jurang yang sangat dalam.
Selanjutnya kita akan tiba di ujung bukit, menuruni bukit yang sangat terjal dan menyeberangi sungai yang airnya berlimpah meskipun di musim kemarau. Kita telah sampai di Sicentor yakni pertigaan tempat pertemuan jalur baderan dan bremi yang bersatu menuju puncak. Di tempat ini kita dapat mendirikan tenda untuk beristirahat sebelum melanjutkan perjalanan ke puncak. Di Sicentor terdapat sebuah bangunan dari kayu yang dapat digunakan untuk berlindung dari hujan dan angin.
Dari Sicentor perjalanan mendaki bukit melintasi padang rumput dan padang edelweiss, sekitar 1 jam perjalanan akan berjumpa dengan sungai yang kering. Setelah menyeberangi dua buah sungai kering kembali melintasi padang rumput dan padang edelweis yang sangat indah. 1 jam berikutnya akan tiba di Rawa Embik.
Untuk menuju puncak belok ke kiri, namun bila ingin beristirahat dapat mendirikan tenda di Rawa Embik. Di tempat ini terdapat sungai kecil yang selalu berair di musim kemarau. Rawa Embik berupa lapangan terbuka sehingga bila angin bertiup kencang tenda dapat bergoyang-goyang dengan keras.
Dari Rawa Embik kembali berbelok kearah kiri melintasi padang rumput, untuk menuju ke puncak yang membutuhkan waktu sekitar 2 jam perjalanan. Dari padang rumput berbelok ke kanan mendaki lereng terjal yang berdebu dan banyak pohon tumbang sisa kebakaran. Bila angin bertiup kencang pohon-pohon sisa kebakaran ini rawan tumbang sehingga harus berhati-hati. Tanah gembur berdebu juga rawan longsor harus berhati-hati melintasinya.
Selanjutnya sedikit turun kita akan melintasi sebuah sungai yang kering dan berbatu. Kembali mendaki bukit yang terjal, kita akan berjumpa dengan padang rumput dan padang edelweis yang sangat indah. Di depan kita nampak puncak Rengganis yang berwarna keputihan, terdiri dari batu kapur dan belerang.
Puncak gunung Argopuro adalah bekas Kawah yang sudah mati, bau belerang masih sangat terasa. Puncak ini berbentuk punden berundak semacam tempat pemujaan, punden paling bawah selebar lapangan bola di sini banyak terdapat batu-batu berserakan. Ke atas lagi selebar sekitar 10 x 10 meter, ke atas lebih kecil lagi. Selanjutnya kita akan melintasi bekas kawah yang banyak terdapat batu-batu kapur berwarna putih dan bau belerang. Pada puncaknya terdapat sisa-sisa bangunan kuno candi tertinggi di jawa yang diyakini sebagai petilasan Dewi Rengganis.
Rusa, kancil kadang terlihat sedang merumput di Padang Rumput. Babi hutan kadang kita pergoki juga di jalur pendakian. Kelompok monyet ekor panjang dalam jumlah puluhan kadang melintas di atas pohon di sekitar jalur.
Dari Kota Surabaya naik bus ke Jurusan Banyuwangi turun di alun-alun Besuki. Dari Besuki (alun-alun) menggunakan angkutan umum ke desa Baderan, dengan jarak sekitar 22 km.
Menurut cerita penduduk setempat Bekas landasan pesawat terbang di atas gunung Argopuro itu kini merana dan menimbulkan banyak korban bagi para pendaki. Sejarah pembangunannya banyak memakan korban para pekerja paksa yang dibantai oleh serdadu Belanda. Apakah arwah mereka gentayangan dan menuntut balas?
Lembah di gunung Argopuro ini sejauh mata memandang hanya berupa hamparan ilalang dan pepohonan hutan, dengan cuaca dingin dan berkabut setiap hari. Sinar matahari tak mampu menembusnya hingga siang haripun terasa senja. Itu sekilas gambaran tentang Lembah Cikasur ladang pembantaian (The killing field). Sebab di sekitar landasan pesawat yang dikerjakan dengan rodi itu, terkubur ratusan atau bahkan ribuan rakyat yang dibantai tentara kolonial Belanda.
Bukti-bukti sejarah yang menunjukkan bekas landasan pesawat hanyalah sebuah mesin jenset bekas yang berada di salah satu sudut bekas landasan itu tersembunyi di antara semak belukar. Di badan jenset tampak tulisan 1912, mungkin itu adalah satu-satunya petunjuk masa yang ada. Bukti lain yang masih ada yakni sebuah menara pengawas yang sudah roboh. Sementara tak satupun bekas bangunan tampak disana. Sekarang kondisi bekas landasan pesawat itu hanya berupa lapangan terbuka yang dipenuhi ilalang setinggi orang dewasa.
landasan pesawat buatan jaman Kolonial Belanda itu dikerjakan pertama kali oleh beberapa orang saja dengan upah yang cukup lumayan. Kemudian para pekerja itu dipaksa untuk memberikan propaganda kepada penduduk desa lainnya untuk ikut dalam pembuatan landasan pesawat tersebut. Akhirnya semua orang baik laki-laki, wanita, tua dan muda berduyun-duyun mendaftarkan diri bergabung.
Setelah pembangunan selesai, ternyata para pekerja itu tidak dibayar dan tidak boleh meninggalkan tempat. Dengan perlakuan kasar dan berbagai macam siksaan mereka dipaksa untuk membuat galian yang panjang untuk saluran air. Di sinilah tragedi mengerikan itu terjadi, saat galian tanah selesai dikerjakan tiba-tiba beberapa truk terbuka yang sarat dengan serdadu Belanda bersenjata lengkap mendekat. Para serdadu itu langsung memberondong peluru ke arah pekerja paksa secara membabi buta, “ternyata galian itu sengaja dibuat untuk membunuh serta mengubur para pekerja itu sendiri, hal ini dilakukan mungkin agar tempat itu tidak dibocorkan kepada para pejuang.
Dalam catatan sejarah landasan pesawat ini juga sempat dikuasai tentara Jepang. Namun menjelang kemerdekaan TNI juga sempat menguasainya. Mungkin karena tempatnya di pegunungan yang terpencil, akhirnya landasan pesawat itupun ditinggalkan begitu saja.
Sudah puluhan tahun landasan pesawat itu tidak dijamah orang, bahkan sudah dilupakan. Menurut beberapa penduduk desa terdekat yang sempat ditemui, sekarang bekas landasan itu sudah menjadi tempat yang angker. Hal ini selalu diingatkan penduduk kepada semua pendaki gunung agar tidak melintas atau berkemah di tempat itu. Sepintas tempat itu memang cocok digunakan untuk berkemah, tetapi bila nekad melakukannya disertai tindakan sembrono maka bersiaplah untuk menerima akibatnya.
Pernah suatu ketika seorang pendaki memetik setangkai bunga Tulip tinggalan serdadu Belanda yang sedang mekar. Setelah itu ada perasaan takut selalu mencekam hatinya. Setiap melanjutkan pendakian dia merasakan ada langkah orang yang selalu mengikutinya, ketika ditoleh tak seorangpun berada di belakangnya,
Kejadian lain yang sering terjadi dan sudah dianggap biasa oleh warga setempat yakni munculnya suara-suara aneh di malam bulan purnama. Suara itu terdengar sayup-sayup dari arah bekas landasan pesawat, seperti aba-aba baris-berbaris dalam bahasa jawa, ji.., ro.., lu.. bila sudah demikian dari kejauhan akan tampak bayangan orang berbaris menuju ke tengah landasan, tetapi hanya tubuh bagian dada atas saja yang kelihatan. Kadang terdengar juga suara isak tangis yang menyayat dari bekas landasan tersebut. Anehnya suara dan bayangan itu akan hilang jika diteriaki.
Beberapa pencari jamur yang sempat melintas menuturkan, kejadian aneh itu disebabkan arwah dari para pekerja yang dibantai serdadu Belanda itu tidak tenang di Alamnya.
Ada juga kejadian aneh antara lain adanya “Pasar Setan” juga dapat ditemui di Gn.Argopuro. Julukan yang diberikan warga setempat tidaklah berlebihan, karena pada siang hari terdengar suara berisik layaknya sebuah pasar. Tepatnya di antara Cikarus menuju Cisentor dan Rawa Embek, sebuah tempat mendekati puncak Rengganis. Anehnya bila didekati suara pasar itu akan menghilang, juga tidak akan pernah ditemukan adanya pasar disitu.
Bagi pendaki yang belum pernah melewati tempat rawan ini akan terkecoh dan tersesat. Dua mahasiswa pernah hilang menurut warga setempat karena terpisah dengan rombongannya saat melewati daerah ini, terbukti Tim SAR menemukan tanda-tanda khusus hilangnya mereka di jalur setan itu.
Peringatan kepada para pendaki yang berencana melakukan pendakian di Gunung Argopuro, taati setiap peringatan dari warga setempat jika tidak ingin tersesat dan hilang.
Karena merupakan salah satu Gunung di Situbondo maka pada tahun 2012 Ruang Aula PLN Situbondo diberi nama Ruang Argopuro.
Disadur dari www [dot] merbabu [dot] com